Sabtu, 20 Juni 2015

Berkah Awal

Bulan yang dinanti-nanti oleh banyak orang sudah datang. Gue juga menantikan bulan ini., bulan yang digadang-gadang memiliki banyak berkah. Bulan istimewa...


Bulan Ramadhan



Gue setuju kalo bulan Ramadhan adalah bulan yang banyak berkah. Gue udah dapet bukti, bahkan sebelum Ramadhan. Kemarin, hari Selasa, gue dan seorang teman lama, Jamal, mengadakan sebuah acara. Reuni. Atau lebih tepat disebut ketemuan. Begini ceritanya...

Hari Minggu, tiba-tiba datang sebuah message dari Jamal, "Fik, ayo buat reuni sebelum puasa!" Massage yang penuh semangat. Gue pun menjawab, "Oke, tentuin harinya dulu. Ntar gue yang bikin undangan." Kita sepakat untuk mengadakan acara hari Selasa, jam 10 pagi. Singkat cerita, sebuah acara tercipta dari dua laki-laki remaja yang penuh semangat.

"Jangan lupa Selasa, jam 10. jemput aku!", pesan gue kepada Jamal.

"Oke."


Selasa pagi, gue dibangunkan oleh suara teriakan Ayah, "Kaaak, ada temennya nih dateng!!". Gue bangun dan melihat Io, jam 8.30. What!? Masih setengah sembilan ini!

Gue buru-buru bangun dan pergi ke ruang tamu. Terlihat disana Jamal sedang duduk di sofa sambil cengengesan. "Ini masih jam setengah sembilan, Mal!" kata gue sewot. "Nggak papa, kita dateng lebih awal!" Memang Jamal adalah pemuda yang penuh semangat. TAPI NGGAK JAM SEGINI JUGA!!

Gua dan Jamal akhirnya berangkat dan sampai di SD jam sembilan. Satu jam lebih awal dari jadwal. Seperti biasa, setiap kali gue ke SD, ritual yang pasti gue lakukan adalah mencari guru-guru yang gue kenal (padahal hampir semua) untuk minta do'a. Entah do'a apa, tapi gue selalu bilang, "Minta do'anya pak/bu.".

Hal yang gue anggap berkah muncul. Gue dapet message dari temen karib yang sekolah di Jepang. Pernah gue singgung di postingan yang lalu. Si kembar Ian dan Ibi. "Fik, sekarang di mana? aku mau ke SD, udah pada kumpul belum?" Dia udah pulang ke Indonesia. Sebenernya gue udah tau, tapi nggak tau kalo dia mau dateng ke acara yang gue buat. Yang kita berdua--gue dan Jamal--buat.

Para penggagas acara.

Setelah menunggu agak lama, akhirnya mereka berdua datang. Dengan hati penuh kegembiraan, gue setengah berlari ke arah mereka. Si kembar tersenyum, agak berlari juga. Kalo dibikin slowmotion pasti mirip sinetron-sinetron deh. Gue pelukan sama mereka, dan kalimat yang pertama kali gue denger dari mereka adalah: "Aaaa, temen karib gueee!"

Gue tertegun.


Suaranya bener-bener beda! Gue sempet mikir, Siapa sebenernya mereka? Apa iklim Jepang bisa mengubah suara sebegitu bedanya?. Tapi gue nggak peduli, gue (dan mereka) tetap berpelukan. Kita berpelukan, melepas kerinduan. Gue bales kalimat mereka, "Akhirnya kita bisa ketemu lagi!" Momen pelukanpun berakhir. Gue ngobrol banyaaaaaaaak banget sama mereka. Lebih tepatnya gue tanya-tanya dan mereka jawab. Sampai pada akhirnya, muncul pertanyaan dari Ian:

"Fik, mau ngerasain jalan-jalan ala Jepang nggak?"

Gue yang nggak tau maksud dia bilang,

"Gimana? Ayo deh,"

Dari sini, gue udah mulai menyesal.

Kita jalan dari SD, sampai ke Citraland!

Gue lupa kalo orang Jepang mayoritas pejalan kaki. Gue juga baru tau kalo Ian dan Ibi berangkat ke sekolah dengan jalan kaki, kuarang lebih 2 kilometer. Total pulang pergi 4 kilometer! Waktu gue tanya kenapa nggak pakai sepeda, mereka jawab, "Ada aturannya, kalo pake sepeda minimal jaraknya 2,1 kilometer."

Yah, gue nggak bakalan narik kata-kata gue gitu aja kan? Gue JALAN! Dari SD (Jl. Kyai Saleh No.8) sampai Citraland. Coba aja cek berapa jaraknya di Google Maps. Tapi, setelah jalan beberapa meter, gue ngerasa jalan adalah pilihan yang lumayan. Gue juga bisa tanya-tanya soal Jepang sama Ian dan Ibi. Gue gak jadi menyesal.

Pejalan kaki
pro: Ian dan Ibi (cari  yang kembar)
amatir: (kiri ke kanan) Daffa, Fauzy, Diaz, Gue, dan Jamal
Di Citraland, kami memutuskan untuk menonton film. Saat itu, di XXI sedang diputar beberapa film, antara lain: "Insidious", "Jurassic World",  dan "Pizza Man". Sebagian dari mereka minta nonton "Insidious". Gue dengan lantang teriak,

"Jangan nonton Insidious, ah!"

"Emangnya kenapa?", tanya Daffa

"Ya, pokoknya jangan! mending Jurassic World, deh!", bantah gue.

"Yaudah, Jurassic World aja. Gue sih nggak masalah mau nonton apa." kata Ian.

Dan akhirnya kita ber-13 memutuskan untuk nonton Jurassic World.



Dan gue tertolong. Jujur aja, gue nggak berani nonton film horror penuh 'jumpscare'. Bisa-bisa bukannya nonton film malah gue ketakutan sendiri. Gue memang cemen.

Setelah menonton pertarungan antara Tyrannosaurus rex dan Indominus rex. Kami mampir ke salah satu restoran untuk makan. Makan-makan ini juga disertai dengan ngobrol dan ketawa-ketawa. Setelah semua selesai makan dan puas diliatin orang satu restoran karena tertawa terlalu keras, kami memutuskan untuk pulang, kembali ke SD (karena motor si Jamal dititpin di SD). JALAN LAGI! Yah, gue masih kuat kok. 

Sesampainya di sekolah, Ian, Ibi, dan Daffa langsung memesan taksi (karena rumah mereka searah). Jamal dan gue naik motor. Di perjalanan, di atas jok Yamaha Vixion, dengan jilatan lampu-lampu jalan, bagian dari otak gue ngomong,

Sama temen-temen SD aja masih bisa ketemuan gini, apalagi SMP. Padahal kan SD masih anak-anak, sedangkan SMP udah beranjak remaja. 

Gue tersenyum.
Bener juga ya, sama temen-temen SD aja masih bisa seakrab ini, apalagi SMP. Nggak usah khawatir nggak bisa ketemu lagi. Pasti ketemu kok. Tapi muncul lagi pertanyaan dari bagian lain otak gue. Bagian yang sering banget nanya hal-hal yang aneh-aneh. Hal-hal yang bisa merusak suasana. 

Iyalah, SD kan 6 tahun, jadi ke-keluargaannya udah besar banget. Lah kalo SMP? Baru juga 3 tahun. Gimana dong?

Gue diem.
Gue nggak tau mau jawab apa lagi, Gue belum tau jawabannya. Dan gue bertekat untuk mencari jawabannya. 

Perjalanan mencari jawaban dimulai!


Selamat Sabtu malam, dan selamat puasa!




0 Komentar Absurd:

Posting Komentar