Sabtu, 27 Juni 2015

Writing Watches : Puasa

Halo para manusia! Ketemu lagi sama aku, Io si jam tangan.



Eh?! Kalian belum tahu siapa aku? Yang bener? Kalau yang belum tau, kenalan dulu, klik di SINI (klik tulisan SINI). Oke deh, kalo kalian udah kenal, lanjut baca aja. Masih dalam suasana Ramadan. Kali ini aku mau bahas hal-hal apa saja yang identik dengan Ramadan. 



1. Ramadan, itu pasti puasa.

Apa sih, puasa itu? Puasa itu menahan lapar dan haus, nggak makan dan nggak minum, dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari. Maaf kalau kurang bener, maklum namanya juga jam tangan. Wah, aku nggak bisa ngebayangin gimana rasanya nggak makan seharian. Makanan kan sumber tenaga manusia, aku aja kalo baterai udah hampir habis teriak-teriak minta diganti sama si Bro. Waktu itu aku iseng tanya sama si Bro gimana rasanya nggak makan sama nggak minum seharian. Si Bro dengan entengnya ngejawab,

"Biasa aja, kalo kita ikhlas puasa, semuanya jadi nggak kerasa. Kayak kita nungguin serial BimaX setiap minggu, kan nggak kerasa."

Si Bro emang kadang-kadang sok bijak. Eh, tunggu... "kita"? Aku nggak pernah nonton BimaX! Beneran! Emangnya aku anak kecil... Tapi BimaX waktu ngeluarin jurus keren juga yah.


2. Sebelum puasa pasti sahur dulu.

Sahur. Iya, sahur. Jadi, sahur itu makan di pagi buta untuk menyimpan energi waktu puasa siangnya. Jadi semacam power saving gitu. Pernah waktu itu si Bro nyetel alarmku jam 03.30, dia nggak tau kalo alarm jam tangan cuma efektif kalo penggunanya terjaga, soalnya suara alarmnya kecil. Si Bro jadi telat bangun, aku dimarahin. Tapi aku sambil senyum-senyum nahan ketawa, bodohnya majikanku. dia jadi bangun jam 4.00 mepet imsak. Imsak itu kalau nggak salah adalah batas waktu boleh makan sahur atau tanda dimulainya waktu puasa. Bener kan?


3. Setelah puasa, saatnya berbuka.

Buka puasa ditandai dengan adzan maghrib. Setelah adzan maghrib, manusia-manusia yang berpuasa, yang menahan lapar dan haus dari pagi, diperbolehkan kembali untuk makan dan minum. Si Bro paling semangat kalau sudah adzan Maghrib, dia sampai lari keluar kamar begitu denger adzan. 

Makanan saat berbuka disebut ta'jil. Ibunya si Bro biasanya bikin sendiri makanan buat ta'jil, tapi hari ini si Bro disuruh keluar untuk beli ta'jil. Makanya aku bisa nulis ini. Makanan ta'jil buatan ibunya si Bro enak-enak loh.. es blewah, es leci, kolak pisang, pisang goreng, sampai es kelapa muda. Tapi yang harus ada saat berbuka di keluarga si Bro sih, teh anget manis.


4. Malam Ramadan harus Tarawih.

Setelah berbuka, biasanya anak-anak disekitar rumah si Bro pada main petasan. Si Bro nggak suka sama petasan, dia takut. Dia nggak berani keluar rumah, cuman dirumah sambil tutup telinga. Cemennya majikanku. Suara perang petasan berakhir saat adzan Isya' dan Tarawih. Tarawih itu sholat istimewa yang cuma ada di bulan Ramadan. Ada dua macam banyak rakaat saat Tarawih, 11 dan 23. Si Bro biasanya pilih masjid yang Tarawihnya 11 rakaat.


5. Diakhir Ramadan, ada lebaran.

Ini saat yang ditunggu-tunggu sama si Bro dan aku. Lebaran. Ini tanda kalo Ramadan udah selesai, puasa wajib udah berakhir. Jadi bebas makan lagi. Lebaran identik dengan ketupat dan opor ayam, identik dengan Sholat Ied. Sholat Ied atau Idul Fitri ini rameeeeeee banget. Setiap masjid penuuuuuuh sama orang-orang yang mau sholat. Setelah sholat, semua manusia pada silaturahmi ke rumah saudara atau tetangga. Ah, udah ah.. belum juga lebaran.


Udah ya, si Bro udah pulang dari beli ta'jil. Sampai Jumpa! Selamat pu... aku kan nggak puasa.. nggak apa deh. Selamat Puasa!

Sabtu, 20 Juni 2015

Berkah Awal

Bulan yang dinanti-nanti oleh banyak orang sudah datang. Gue juga menantikan bulan ini., bulan yang digadang-gadang memiliki banyak berkah. Bulan istimewa...


Bulan Ramadhan



Gue setuju kalo bulan Ramadhan adalah bulan yang banyak berkah. Gue udah dapet bukti, bahkan sebelum Ramadhan. Kemarin, hari Selasa, gue dan seorang teman lama, Jamal, mengadakan sebuah acara. Reuni. Atau lebih tepat disebut ketemuan. Begini ceritanya...

Hari Minggu, tiba-tiba datang sebuah message dari Jamal, "Fik, ayo buat reuni sebelum puasa!" Massage yang penuh semangat. Gue pun menjawab, "Oke, tentuin harinya dulu. Ntar gue yang bikin undangan." Kita sepakat untuk mengadakan acara hari Selasa, jam 10 pagi. Singkat cerita, sebuah acara tercipta dari dua laki-laki remaja yang penuh semangat.

"Jangan lupa Selasa, jam 10. jemput aku!", pesan gue kepada Jamal.

"Oke."


Selasa pagi, gue dibangunkan oleh suara teriakan Ayah, "Kaaak, ada temennya nih dateng!!". Gue bangun dan melihat Io, jam 8.30. What!? Masih setengah sembilan ini!

Gue buru-buru bangun dan pergi ke ruang tamu. Terlihat disana Jamal sedang duduk di sofa sambil cengengesan. "Ini masih jam setengah sembilan, Mal!" kata gue sewot. "Nggak papa, kita dateng lebih awal!" Memang Jamal adalah pemuda yang penuh semangat. TAPI NGGAK JAM SEGINI JUGA!!

Gua dan Jamal akhirnya berangkat dan sampai di SD jam sembilan. Satu jam lebih awal dari jadwal. Seperti biasa, setiap kali gue ke SD, ritual yang pasti gue lakukan adalah mencari guru-guru yang gue kenal (padahal hampir semua) untuk minta do'a. Entah do'a apa, tapi gue selalu bilang, "Minta do'anya pak/bu.".

Hal yang gue anggap berkah muncul. Gue dapet message dari temen karib yang sekolah di Jepang. Pernah gue singgung di postingan yang lalu. Si kembar Ian dan Ibi. "Fik, sekarang di mana? aku mau ke SD, udah pada kumpul belum?" Dia udah pulang ke Indonesia. Sebenernya gue udah tau, tapi nggak tau kalo dia mau dateng ke acara yang gue buat. Yang kita berdua--gue dan Jamal--buat.

Para penggagas acara.

Setelah menunggu agak lama, akhirnya mereka berdua datang. Dengan hati penuh kegembiraan, gue setengah berlari ke arah mereka. Si kembar tersenyum, agak berlari juga. Kalo dibikin slowmotion pasti mirip sinetron-sinetron deh. Gue pelukan sama mereka, dan kalimat yang pertama kali gue denger dari mereka adalah: "Aaaa, temen karib gueee!"

Gue tertegun.


Suaranya bener-bener beda! Gue sempet mikir, Siapa sebenernya mereka? Apa iklim Jepang bisa mengubah suara sebegitu bedanya?. Tapi gue nggak peduli, gue (dan mereka) tetap berpelukan. Kita berpelukan, melepas kerinduan. Gue bales kalimat mereka, "Akhirnya kita bisa ketemu lagi!" Momen pelukanpun berakhir. Gue ngobrol banyaaaaaaaak banget sama mereka. Lebih tepatnya gue tanya-tanya dan mereka jawab. Sampai pada akhirnya, muncul pertanyaan dari Ian:

"Fik, mau ngerasain jalan-jalan ala Jepang nggak?"

Gue yang nggak tau maksud dia bilang,

"Gimana? Ayo deh,"

Dari sini, gue udah mulai menyesal.

Kita jalan dari SD, sampai ke Citraland!

Gue lupa kalo orang Jepang mayoritas pejalan kaki. Gue juga baru tau kalo Ian dan Ibi berangkat ke sekolah dengan jalan kaki, kuarang lebih 2 kilometer. Total pulang pergi 4 kilometer! Waktu gue tanya kenapa nggak pakai sepeda, mereka jawab, "Ada aturannya, kalo pake sepeda minimal jaraknya 2,1 kilometer."

Yah, gue nggak bakalan narik kata-kata gue gitu aja kan? Gue JALAN! Dari SD (Jl. Kyai Saleh No.8) sampai Citraland. Coba aja cek berapa jaraknya di Google Maps. Tapi, setelah jalan beberapa meter, gue ngerasa jalan adalah pilihan yang lumayan. Gue juga bisa tanya-tanya soal Jepang sama Ian dan Ibi. Gue gak jadi menyesal.

Pejalan kaki
pro: Ian dan Ibi (cari  yang kembar)
amatir: (kiri ke kanan) Daffa, Fauzy, Diaz, Gue, dan Jamal
Di Citraland, kami memutuskan untuk menonton film. Saat itu, di XXI sedang diputar beberapa film, antara lain: "Insidious", "Jurassic World",  dan "Pizza Man". Sebagian dari mereka minta nonton "Insidious". Gue dengan lantang teriak,

"Jangan nonton Insidious, ah!"

"Emangnya kenapa?", tanya Daffa

"Ya, pokoknya jangan! mending Jurassic World, deh!", bantah gue.

"Yaudah, Jurassic World aja. Gue sih nggak masalah mau nonton apa." kata Ian.

Dan akhirnya kita ber-13 memutuskan untuk nonton Jurassic World.



Dan gue tertolong. Jujur aja, gue nggak berani nonton film horror penuh 'jumpscare'. Bisa-bisa bukannya nonton film malah gue ketakutan sendiri. Gue memang cemen.

Setelah menonton pertarungan antara Tyrannosaurus rex dan Indominus rex. Kami mampir ke salah satu restoran untuk makan. Makan-makan ini juga disertai dengan ngobrol dan ketawa-ketawa. Setelah semua selesai makan dan puas diliatin orang satu restoran karena tertawa terlalu keras, kami memutuskan untuk pulang, kembali ke SD (karena motor si Jamal dititpin di SD). JALAN LAGI! Yah, gue masih kuat kok. 

Sesampainya di sekolah, Ian, Ibi, dan Daffa langsung memesan taksi (karena rumah mereka searah). Jamal dan gue naik motor. Di perjalanan, di atas jok Yamaha Vixion, dengan jilatan lampu-lampu jalan, bagian dari otak gue ngomong,

Sama temen-temen SD aja masih bisa ketemuan gini, apalagi SMP. Padahal kan SD masih anak-anak, sedangkan SMP udah beranjak remaja. 

Gue tersenyum.
Bener juga ya, sama temen-temen SD aja masih bisa seakrab ini, apalagi SMP. Nggak usah khawatir nggak bisa ketemu lagi. Pasti ketemu kok. Tapi muncul lagi pertanyaan dari bagian lain otak gue. Bagian yang sering banget nanya hal-hal yang aneh-aneh. Hal-hal yang bisa merusak suasana. 

Iyalah, SD kan 6 tahun, jadi ke-keluargaannya udah besar banget. Lah kalo SMP? Baru juga 3 tahun. Gimana dong?

Gue diem.
Gue nggak tau mau jawab apa lagi, Gue belum tau jawabannya. Dan gue bertekat untuk mencari jawabannya. 

Perjalanan mencari jawaban dimulai!


Selamat Sabtu malam, dan selamat puasa!




Sabtu, 13 Juni 2015

Kilasan Terakhir

Kalo kalian baca judul diatas dan mengira ini postingan yang bertema sama dengan postingan 'april mop' kemarin, kalian salah. Ini tulisan tentang saat terakhir gue dengan sekolah. Saat terakhir gue dengan 'basecamp', saat terakhir gue dengan temen-temen, saat terakhir gue dengan kolam ikan, dan saat terakhir gue dengan paving... Oke, gue terlalu lebay.


Rabu, 10 Juni 2015

Hari pengumuman hasil Ujian Nasional tingkat SMP. Pagi itu, dengan penuh kekhawatiran gue memaksakan diri untuk bangun. Jam 8, gue berangkat dari rumah. Sampai di sekolah sekitar jam 8.30an, masih sepi, gue ke kelas, hanya ada seorang teman di sana. Angga. Karena kondisi kelas sangat tidak layak untuk dipandang, gue dengan dibantu Angga memutuskan untuk membersihkan kelas....


Oke, gue skip aja...


Acara pun dimulai, setelah penampilan-penampilan band, setelah pengumuman-pengumuman nilai tertinggi, setelah beberapa kali pidato, gue akhirnya naik panggung. Gue kaget, karena ini tiba-tiba. Gue didatangi oleh Ketua OSIS angkatan gue, Nawanggi. Dia bilang, "Nanti kita upacara penglepasan atribut, habis parade. Barengan sama paduan suara." "Hah!?", respon gue waktu itu.

Perlu kalian tau, upaca penglepasan atribut menurut gue bukanlah hal yang penting. Jadi, gue dan Nawanggi cuman naik ke atas panggung dengan seragam lengkap, dilepas topinya sama Kepala Sekolah, terus udah... gitu aja. Simpel, nggak ada 10 menit, bahkan nggak ada 5 menit. Cuman, karena upacara ini digabung sama paduan suara, gue jadi nungguin paduan suara selesai baru turun panggung. Sementara paduan suara menyanyikan lagu 'Hymne Guru', gue cuman berdiri dan senyum-senyum nggak jelas.

Dibalik diam dan senyuman gue, tiba-tiba kilasan-kilasan dari tahun-tahun lalu datang...


Pertama, dua tahun yang lalu. Hari pertama masuk sekolah, Masa Orientasi. Gue yang ceritanya masih cupu (sampai sekarang) lupa bawa topi. Saat upacara, seorang kakak kelas menghampiri dan menegur, "Besok topinya dibawa ya." "Iya, mbak", jawab gue setengah ketakutan. Belakangan gue tau kalo yang menegur gue waktu itu adalah calon Ketua OSIS masa itu. Mbak Atha. Sesampainya dirumah, gue langsung ngubek-ngubek lemari mencari dimana gue menaruh topi SD.

Lalu kilasan saat gue pertama kali masuk ke kelas 7B. Waktu itu, nggak banyak obrolan dikelas karena kita belum saling kenal. Tapi setelah 3 hari MOS, gue udah mulai akrab dengan beberapa teman. Kelas 7 waktu itu masih santai, soalnya masih pakai KTSP (gak nyambung). Lalu kilasan tentang pendaftaran pengurus OSIS baru, gue dan keempat-teman-baru gue sepakat untuk mencoba tahap pertama. Keputusan singkat (sangat singkat malah) yang nggak bakalan gue lupakan. Entah apa yang keempat-teman-baru gue jawab waktu tahap wawancara, tapi cuman gue yang lolos ke tahap berikutnya, singkat cerita gue jadi pengurus OSIS.

Kilasan waktu gue naik kelas 8. Tepatnya di kelas 8B, begitu gue tau masuk ke kelas ini, pikiran pertama yang datang ke otak gue malah What!? kelas B lagi?. Gue ketemu teman-teman baru lagi, gue harus adaptasi lagi. Ada satu kilasan yang bikin gue tersenyum lebar, dulu gue pernah meniru cara duduk salah satu karakter anime favorit. L, dari anime Death Note. Bodoh juga gue dulu. Salah satu temen pernah bilang kalo kelas 8 adalah kelas yang paling seru dan menyenangkan saat SMP, gue yang saat itu nggak paham apa yang dia omongin cuman bisa senyum. Tapi, waktu gue berdiri di panggung ini gue berpikir, bener juga kata dia waktu itu...

Kilasan waktu seleksi calon Ketua OSIS juga datang. Para pengurus OSIS angkatan gue berkumpul di ruang OSIS. Ketua OSIS waktu itu, mbak Atha bilang, "Siapa yang mau jadi ketua OSIS?". Jujur waktu itu gue bahkan nggak tau tujuan gue masuk OSIS. Gue memberanikan diri untuk mengajukan jadi calon ketua OSIS. Yah, gue memang nekat. Setelah berbagai macam seleksi, akhirnya terpilih 4 orang kandidat, dan gue ada diantara mereka! Gue nggak tau apa yang sebenernya ada di pikiran para senior waktu itu. Singkat cerita, hari pemilihan ketua OSIS pun tiba, gue menyampaikan visi-misi di depan semua siswa SMP 30 waktu itu. Dan hal gila terjadi di sini, gue dapat 150 suara dan otomatis jadi Wakil Ketua OSIS. Gue nggak percaya sekaligus bersyukur, nggak percaya kalo gue dapet 150 suara (bahkan gue nggak kenal 150 orang waktu itu.) dan bersyukur gue nggak jadi Ketua OSIS (kalo gue jadi, hancur OSIS nya). Nawanggi dan gue akhirnya menjabat jadi Ketua dan Wakil selama setahun.

Pengurus OSIS tahun gue, yang dulunya belasan tinggal 5 orang yang aktif.
Masih di kelas 8, kilasan kisah cinta pertama datang. Gue naksir dengan salah satu teman. Waktu itu dunia gue jadi berantakan, gue jadi sering senyum-senyum sendiri. GILA! Emang, menurut gue orang yang lagi jatuh cinta sama orang gila beda tipis. Sampai saat ini, gue nggak berani ngomong langsung satu kata pun sama dia. Padahal sering chat di BBM, padahal sering message di Facebook dan Twitter. Gue memang cemen.


Oke, SKIP!!



Kilasan di kelas 9 lah yang paling banyak. Gue ketemu temen-temen baru, dan harus adaptasi lagi. Di kelas 9 ini gue dipertemukan dengan empat Homo sapiens ajaib yang memanggil diri mereka "4Kacamata". Dan dengan bergabungnya gue, jadi "5Kacamata". Nama yang... aneh.

Ade, Davi, Angga, Bivan, Gue.

Gue juga dipertemukan dengan seorang manusia yang nantinya jadi teman karib gue. Luqman. Dia seorang musisi yang malang melintang dari band-ke band. Kadang jadi gitaris, kadang kadi bassis. Sedangkan satu-satunya alat musik yang gue kuasai adalah mulut, beatbox (itu aja amatiran). Dia juga punya pemikiran-pemikiran absurd.

Sok-sok bassis gitu...
Kilasan-kilasan tentang acara-acara khusus kelas 9 dari tambahan, do'a bersama, try out, sampai UN datang silih berganti. Kilasan tentang 'basecamp' juga datang begitu aja. Kilasan waktu gue canggung di Jogja juga ada. Sampai sekarang gue masih nggak bisa ngomong langsung satu kata pun, sampai saat ini gue masih sama seperti dulu, memendam rasa yang sama.

Setelah kilasan-kilasan itu, gue disadarkan dengan teguran Bu Kepsek, "Eh, kamu nangis ya?" Gue buru-buru jawab, "Enggak bu!" Padahal mata gue berkaca-kaca. Nyanyian dari paduan suara masih terdengar, Hymne Guru masih berkumandang. Menambah suasana haru, Gue nggak bisa nangis kejer gitu kan...



***

Detik-detik pengumuman kelulusan semakin dekat. Gue deg-degan, temen-temen deg-degan, orang tua deg-degan, semuanya deg-degan. Sampai akhirnya tiba, pengumuman. Gue dikasih tau bahwa SMP N 30 Semarang...


LULUS 100%!!!


Gue bersorak, Luqman bersorak, semuanya bersorak. YEAAAAY!!



Di perjalanan pulang, gue memilih untuk jalan pelan-pelan dan naik angkot bareng Luqman. Sebenernya gue bisa aja ikut pulang Ayah, tapi gue nggak mau, karena ini mungkin jadi kali terakhir gue jalan di Jalan Amarta.

Tiba-tiba Luqman bilang, "Gimana nanti kalo kita nggak bisa ketemu lagi?"

"Yaah, kan masih bisa main ke rumah. Lagian udah ada teknologi kan.. Bisa skype-an juga.", jawab gue.


Gue mikir...

Iya kalo kita nggak sibuk sendiri-sendiri. Iya kalo kita masih inget satu sama lain.

Tapi gue nggak kayak gitu, gue bakalan inget terus sama kalian. Kalian bisa dateng ke rumah gue kapan aja, asal ngabarin dulu sebelumnya, asal jangan ngirimin paket bom. Perpisahan bukan berarti kita nggak bakalan ketemu lagi, perpisahan adalah tanda kalo kita ternyata punya orang-orang yang kita sayangi.

Selamat Sabtu malam, dan selamat kelulusan!

Sabtu, 06 Juni 2015

Kenangan 'Basecamp'

Sebentar lagi gue lulus (nggak ada yang nanya!!). Nggak kerasa udah 3 tahun gue sekolah di SMPN 30 ini. Padahal, rasanya baru kemarin gue ikutan MOS, rasanya baru kemarin gue pake seragam putih-biru, pokoknya rasanya baru kemarin...



Hukum alam tentang waktu emang sangat nggak adil. Gue berani taruhan, nggak bakalan ada orang yang bilang hukum-alam-tentang-waktu ini adil. Kecuali mungkin orang gila. Bunyi hukumnya kira-kira gini, "Jika kalian merasa enjoy n' fun maka waktu akan terasa sangat cepat, begitu juga sebaliknya." Gitu.

Selama 3 tahun, gue ngerasa punya ikatan batin sama sekolah (lebay lu!). Gue ngerasa betah kalo lama-lama di sekolah. Sampai pernah ada guru yang bilang, "Kok nggak pulang-pulang tho le-le, betah ya?" Gue jawab,"Iya, bu!". Gue cinta sekolah (jones). Padahal gue nggak sampai segininya sama sekolah waktu SD, gue nggak terlalu betah lama-lama di sekolah dulu, nggak tau kenapa.

Apa yang bakalan gue kangenin? Banyak. Gue bakal kangen temen-temen, gue bakal kangen kantin, gue bakal kangen taman, gue bakal kangen kolam ikan, gue bakalan kangen sama adegan 'saling-pandang-terus-malu', dan gue bakalan paling kangen sama tempat satu ini :


Lobby.


Ya, kalian nggak salah baca. Gue juga nggak salah nulis. Lobby, atau yang biasa gue sebut basecamp adalah tempat di sekolah yang bakalan gue kangenin. 'Basecamp' juga menurut gue adalah tempat ternyaman di sekolah, lebih nyaman dari kantin, lebih nyaman dari ruangan ber-AC, bahkan lebih nyaman dari UKS sekalipun.

'Basecamp' itu ibaratkan cafe-nya gue dan temen-temen. Di cafe kita bisa pesan makanan dan minuman, di 'basecamp' juga bisa, tinggal jalan dikit keluar gerbang udah ada tukang jualan. Kalo di cafe ada AC, di 'basecamp' juga ada AC, Angin Cepoi-cepoi. Di cafe ada Wi-Fi? Di 'basecamp' juga ada! Pokoknya, cafe sama 'basecamp' beda tipis.




Apa yang bikin kangen di 'basecamp'?

Paling utama sih, Wi-Fi nya. Di 'basecamp' itu tempat berkumpulnya semua temen-temen dari delapan kelas. Jadi, di 'basecamp' pasti rame. Ada yang ngobrol, bercanda, nggosip, sampai diskusi. Bahkan kalo gue diem aja, gue bakalan ngedenger gosip berita-berita baru dari kelas lain. Yah, bisa dibilang 'basecamp' adalah tempat kita menggosip bertukar pikiran.

Di 'basecamp' juga kadang ada momen-momen canggung. Entah dari temen-temen ataupun gue. Pernah waktu itu gue adegan 'saling-pandang-terus-malu'. Mungkin besok kalo gue punya anak, gue bakalan cerita, "Nak, dulu ayah pernah salting di lobby sekolah waktu SMP." Oke, kayaknya gue ngayal kejauhan.

Yah, gue bakal kangen berat sama 'basecamp'. Banyak kenangang yang gue punya disana, makan, minum, ngobrol, dimarahi guru, diskusi, bercanda, Wi-Fi-an, salah tingkah, sampai ketiduran gue alami disana. Gue bakalan Kangen!

Selamat Sabtu malam~



NB : Gue normal, tapi banyak yang bilang gue absurd.

Selasa, 02 Juni 2015

Sejuta Pesona Jogja

Minggu, 31 Mei 2015. Adalah salah satu Minggu baru nggak bakalan gue lupakan. Seperti yang gue tulis sebelumnya, gue bakalan cerita sehari di Jogja kemarin. Sebenernya gue ke Jogja karena acara sekolah, mungkin ini sebagai hadiah refreshing karena udah mati-matian belajar. Oke, gue mulai ceritanya...




PERHATIAN : Sebelum cerita gue mulai, gue mau ngasih info kalo postingan ini terdapat banyak foto-foto pamer, walaupun kebanyakan nggak bagus. Dan perlu diingat, gue nggak ngedit satupun foto disini.



Sabtu Malam, sebelum paginya berangkat gue udah siap-siap. Gue sempat dibingungkan buat bawa apa, gue bingung bawa baju ganti yang mana, gue bingung bawa peralatan mandi atau nggak. Dan akhirnya gue bawa, keputusan yang sia-sia karena nantinya gue cuma ganti baju, dan cuci muka. Nggak mandi sama sekali. Satu-satunya barang yang udah pasti gue bawa adalah si Cam dan tripodnya. 



Minggu Pagi, gue bangun pagi-pagi, kali ini karena sengaja udah masang alarm. Dengan masih mengantuk, gue membangunkan satu-satunya orang di keluarga gue yang bisa naik motor dengan kecepatan 100km/jam tanpa takut jatuh. Ayah. Gue minta diantar. Setelah mandi, sarapan, dan siap-siap gue berangkat dari rumah jam 6.10, secara teknis gue udah terlambat karena pengumuman sebelumnya ngewajibin gue sampai di sekolah pukul 6.00. Tapi kenyataanya, bis baru berangkat setelah menunggu yang belum datang dan briefing yang seolah nggak penting. Jam 7.30!



Pejalanan Berangkat
Di dalam bis, gue duduk di bagian kanan baris ke-empat. Gue duduk bersama salah satu personil band yang sudah terkenal (paling nggak di kalangan SMP N 30). Budi, nama asli (bukan samaran). Bis belum lama berjalan, dan tour guide udah mulai bicara. Setelah perkenalan dengan tour guide, driver, dan co-driver, lagu dangdut pun di play. Lagu yang bikin gue nggak bisa tidur selama perjalanan berangkat ini.


Outbond
Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan dan di"jejali" dengan lagu-lagu dangdut, akhirnya gue dan rombongan sampai di tanah-rumput-luas yang nantinya bakalan kita buat outbond. Outbond pun dimulai, rombongan di arahkan untuk membuat lingkaran besar, sangat besar malahan. Sebelum game-game dimulai, seperti biasa, kita di"ajak" untuk senam otak. Tujuannya simpel, untuk mengembalikan kesadaran-kesadaran kita yang udah mabuk atau tertidur. Setelah senam otak yang bahkan gue nggak perlu karena gue nggak tidur dan nggak mabuk juga, rombongan diarahkan untuk membuat kelompok dengan anggota 15 orang. Dan sialnya, gue ditunjuk (baca : dipaksa) untuk jadi ketuanya. Singkat cerita, setelah game-game yang membuat seluruh badan keringetan ini selesai, rombongan kembali ke bis untuk ngelanjutin perjalanan untuk ishoma.

Balik ke bis!

ini pemandangan yang ada di sebelah kiri tanah-rumput-luas tadi


Perjalanan ke Restoran Untuk Makan Siang
Di bis, gue langsung melemparkan tubuh gue ke kursi, menyalakan AC dan mencoba bersantai. Gue tanya ke tour guide bis 3, Om Han. "Kira-kira berapa jam sampai ke rumah makan, om?" "Palingan 30 menit, dek." Oke, gue nggak jadi tidur. Akhirnya gue cerita-cerita dan ketawa-ketawa sama Budi. Lagu dangdut kembali diputar, ibu-bapak guru yang ada di depan udah siap-siap buat karaoke-an. Perjalanan kembali dimulai.


Sholat dan Makan Siang
Sesampainya di rumah makan, gue dan Budi langsung menuju ke arah Mushola. Udah disepakati sebelumnya di bis kalo gue dan Budi akan sholat duluan. Dan sialnya (lagi), gue ditunjuk (dipaksa!) untuk jadi imam. Jujur aja gue grogi dan bukan imam yang baik. Setelah sholat, gue, Budi, dan George (nama asli) menuju tempat makan. Strategi gue dan Budi untuk sholat terlebih dahulu berhasil, meja makan udah agak sepi dan kita leluasa mengambil makan. Gue nggak mengambil satu fotopun saat sesi makan, keputusan yang udah gue tetapkan dari kemarin malam. Setelah selesai makan, kita kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan. Gue dan Budi ke bis 3 dan George ke bis lain (karena nggak tau bis berapa). Tujuan kita selanjutnya, Malioboro.


Perjalanan ke Malioboro.
Kembali ke bis, lagu kembali akan di play, kali ini bukan dangdut tapi lagu lawas dari tahun 70-an. Setelah 3 lagu diputar, beberapa suara dari belakang protes, "Bu, ganti dangdut aja!" Entah karena mereka suka dangdut atau nggak mudeng lagu lawas tahun 70-an. Gue menimpali, "Iya bu! dangdut aja, yang ini nggak mudeng!". Ibu-bapak guru yang lagi asik karaoke-an sedikit terusik, tapi mereka tetap cuek, lagu lawas tetap dilanjutkan. Ini berarti telinga gue dipaksa mendengarkan lagu yang artinya aja nggak gue ngerti selama beberapa jam kedepan. Ini sih, mau tidur juga nggak bakalan bisa!

Karaoke-an aja terus bu..


Malioboro

Di Malioboro ini, gue membuat sebuah kelompok kecil beranggotakan 5 orang. Mereka adalah gue, Budi, George, Damar, dan Rizal.
Damar, Budi, George, Rizal, Gue.
Kelompok kecil gue memutuskan untuk jalan dulu sepanjang jalan Malioboro. Ternyata di Malioboro sedang digelar acara Jambore Pencak 2015 (hasil tanya sama mas-mas), Jadi ada sekitar 7.000 pesilat dari daerah-daerah di Indonesia (dari mas-mas yang gue tanyain, makasih mas.). Nggak cuman itu, yang bikin gue kagum adalah ada bule yang dengan lihainya memperagakan 1-2 jurus silat! Bayangin aja, bule-bule yang lahir di belahan benua lain sampai mau belajar budaya kita. Gue kagum sekaligus malu.



Setelah puas liat festival, gue dan kelompok memutuskan untuk masuk. Di sepanjang jalan ini gue sibuk cari momen-momen yang pas buat di foto, dan gue hampir ditinggal sendirian. Gue panik, celingukan nggak tau harus ngapain. Akhirnya gue cari mereka, mondar-mandir, dan kampretnya mereka ternyata cuman masuk ke toko depan posisi awal gue panik.


Di Malioboro, gue cuma beli kaos untuk adik yang belakangan gue tau kalo kekecilan. Yah, gue memang bukan kakak yang baik. Setelah puas bebelanja dan mengambil foto, gue dan kelompok kecil gue kembali ke bis (sebenernya karena waktunya udah mepet aja). Gue, Budi, dan Rizal ke bis 3 sedangkan Damar dan George ke bis lain (nggak tau bis berapa). Perjalanan ke Sendratari Ramayana pun dimulai.


Mampir Makan Malam
Dari Malioboro rombongan mampir ke rumah makan untuk makan malam. Lagi-lagi gue yang sok akrab sama guide tour tanya, "Om, sekalian sholat Maghrib nggak?" "Nggak usah, nanti aja disana." Gue yang sebenernya masih bingung "disana" itu mana cuman manggut-manggut nggak jelas. Seperti yang gue bilang sebelumnya, waktu makan adalah waktu temen-temen gue terbebas dari ancaman kamera. Setelah makan, gue memutuskan untuk mencuci muka gue yang udah berminyak dan bau keringat, karena gue nggak diperbolehkan mandi.


Perjalanan ke Sendratari Ramayana
Perjalanan kembali di mulai. Gue udah panik duluan, apakah musik lawas tahun 70-an akan di play lagi? Ternyata nggak, mungkin ibu-bapak guru ngerasa kasian kalo telinga kita di"jejali" lagu-lagu yang sangat-sangat-sangat puitis itu, atau mungkin karena mereka udah capek karaoke-an. Dangdut pun kembali diputar, dari arah belakang bis terdengar suara siulan keras, persis kayak orang yang lagi saweran. Bis pun ramai, dan lagi-lagi gue nggak bisa tidur.


Mampir (lagi) ke Pusat Oleh-oleh
Gue bingung. Loh, kok ke pusat oleh-oleh lagi? Bukannya udah tadi di Malioboro? Tanya gue dalam hati. Bagai punya kekuatan supernatural, Om Han udah menjelaskan terlebih dulu, "Kita mampir dulu, buat yang tadi belum sempet beli oleh-oleh, sama yang mau sholat." Oooh, jadi ini arti kata "disana" itu. Gue dan Budi pun sepakat untuk sholat terlebih dahulu. Kali ini nggak karena strategi apa-apa, tapi karena pemandangan yang kita lihat membuat kita malas untuk masuk ke toko.
Lautan manusia.
Setelah sholat, gue memutuskan untuk mencoba eksperimen bareng si Cam dan tripodnya. Light Trails. Sedangkan Budi memutuskan untuk beli oleh-oleh dan kembali ke bis.
Light Trails gadungan.
Saat gue sedang asik-asiknya bereksperimen, datanglah temen-temen gue yang kepo dan nanyain gue lagi ngapain. Setelah gue liatin foto diatas mereka minta untuk difoto dengan cara yang sama. Oke, itung-itung talent gratisan.
Talent : Lambang Galih A.
Talent : Bivansyah Wiranata
Setelah puas ngambil light trails, gue lagi-lagi hampir ditinggal sama rombongan. Dengan setengah berlari gue menuju ke bis. Gue teriak (dalam hati), "Tungguuu, jangan tinggal gueee!!". Si supir menghentikan bisnya, entah karena denger teriakan (dalam hati) gue atau emang kasian. Jalan lageee!


Sendratari Ramayana Prambanan
Sesampainya di Prambanan, rombongan langsung diarahkan untuk masuk. Rombongan SMP 30 duduk di bagian F sebelah kiri. Dalam hati, kalo gue nanti kesini lagi gue akan memilih duduk di bagian A. VIP.

Akhirnya detik-detik acara puncak tour ini akan dimulai. Gue udah ready sama si Cam dan tripodnya. Pertunjukan pun dimulai, pertunjukan yang bikin penontonnya mikir keras, pertunjukan yang nantinya memicu pertengkaran-pertengkaran kecil antara gue, Budi, dan Luqman. Sendratari Ramayana Episode 3 : Gugurnya Kumbakarna.

Gue bakalan cerita dari sudut pandang gue dan hasil diskusi ngeyel-ngeyelan sama Budi dan Luqman.


PERINGATAN KEMBALI : Cerita ini menggunakan banyak foto yang kebanyakan blur dan full noise karena over ISO. Jadi, buat kalian yang nggak biasa liat foto jelek jangan lanjutkan.

Pentas dibuka dengan nyanyian sinden dan tarian-tarian pasukan manusia Rama. Saat ini, gue lagi sibuk nge-setting si Cam dan tripodnya, jadi belum terlalu fokus dengan cerita. Lalu pasukan Rama dan penari-penari yang dilambangkan sebagai air masuk. Disini, ceritanya pasukan Rama ingin menyebrang untuk sampai ke Alengka, kerajaan Rahwana. Cara pertama yang Rama lakukan adalah dengan menembakkan panahnya untuk menguras lautan. Tapi dengan cara ini Rama malah kena marah dari Dewa Laut, lalu Rama mengembalikkan air dengan cara yang sama, menembakkan panah.
Mbak-mbaknya yang pake selendang dilambangkan sebagai air.
Karena cara menguras laut nggak berhasil, Rama memikirkan cara lainnya. Hingga akhirnya dia menyuruh pasukan keranya membangun jembatan dari batu. Tarian-tarian dari kera ini sangat luwes, gue sampai ngomong, "Ck ck ck ck, kera aja bisa nari, kok gue enggak ya..?" Pasukan kera bahu-membahu untuk membangun jembatan batu. Sampai jembatan selesai dan mereka dapat menyebrang.


gerakan khas pasukan kera. Loncat sana loncat sini. Keren. 
Cerita dilanjutkan dengan cerita di kerajaan Alengka. Utusan Rama yang bernama Anggada datang ke hadapan Rahwana untuk berdiskusi, tapi niat itu di batalkan karena Rahwana yang ingin membunuh Anggada. Tapi ketika Rahwana ingin menghunuskan kerisnya, dia dicegah oleh adiknya sendiri, Kumbakarna. Atas perbuatannya ini, Kumbakarna diusir oleh Rahwana.

Rahwana
Menghunus keris
Kumbakarna
Karena sambutan yang nggak baik dari Rahwana kepada Anggada, terjadilah perang besar antara Alengka dan pasukan kera. Pertarungan berlangsung sengit, awalnya seimbang, lalu dilanjutkan dengan lumpuhnya pasukan kera gara-gara panah dari Indrajit yang mengeluarkan ular-ular cantik.
Pasukan kera Rama.


Ular-ular cantik yang dikeluarkan Indrajit.
Pasukan Rama nggak menyerah begitu aja. Dari pasukan Rama muncul Wibisana yang membalas panah ular Indrajit tadi dengan panah yang mengeluarkan elang atau garuda (kata guru sejarah gue). Para elang atau garuda itu datang untuk memakan ular-ular cantik. Gue sempet nyeletuk, "Ularnya cantik banget, kalo gue digigit juga gak papa deh." yang dibales tatapan sinis dari orang yang duduk di sebelah gue, Budi.
Elang-elang Wibisana.
Setelah pasukan Rama sadar dari kelumpuhan mereka akibat ular (ribet amat!). Adegan dilanjutkan ke pertarungan Indrajit vs Laksamana. Pertarungan begitu sengit dan menegangkan. Musik dari gamelan dan sorotan lampu yang sesuai menambah keseruan dan kekeranan.

Laksamana
Indrajit


Dilanjutkan dengan adegan Kumbakarna vs Sugriwa. Pertarungan digambarkan Kumbakarna memakai gada dan Sugriwa dengan tangan kosong. Sama seperti sebelumnya, pertarungan berlangsung seru dengan sedikit tambahan komedi ala wayang. Sugriwa terdesak dan hampir kalah, akhirnya dia mundur dari pertarungan dengan Kumbakarna.




Setelah Sugriwa mundur dari pertarungan dengan Kumbakarna, pasukan kera muncul dan menyerang Kumbakarna. Karena terlalu kuat, Kumbakarna tidak dapat dikalahkan oleh pasukan kera. Saat itulah Laksamana datang membantu, dengan busur pemberian Rama dia bertarung dengan Kumbakarna.

Pasukan kera yang mental gara-gara Kumbakarna



Setelah berhasil melumpuhkan tangan dan kaki Kumbakarna, Laksamana mengembalikan busur kepada Rama dan mempersilahkan Rama untuk membunuh Kumbakarna. Dengan satu anak panah, Rama menarik tali busur dan melepaskannya. Creb! panah itu menusuk tepat di jantung Kumbakarna. Kumbakarna akhirnya mati dan arwahnya dijemput oleh bidadari-bidadari.



Gue sempet nyeletuk lagi, "Kumbakarna yang jahat aja dijemput sama bidadari yang cantik, masa gue nggak..." Bedanya, kali ini nggak ada yang menanggapi gue. Mereka terhipnotis dengan penampilan yang Maha Luar Biasa ini.

Setelah pentas selesai, seperti yang udah gue duga sebelumnya, para penonton di persilahkan naik ke atas stage. Gue mengangkat tripod beserta si Cam dan langsung lari ngibrit ke arah panggung. Luqman mengikuti dari belakang. Diatas panggung, baru gue penonton yang ada, dengan rasa deg-degan gue dengan gaya sok  wartawan mengambil foto bareng.

Rama nya udah tua ternyata, gue panggil om aja deh...

Budi dan Kumbakarna

Gue dan Kumbakarna

Setelah puas foto bareng, rombongan kembali ke bis. Masih dengan perasaan takjub, gembira, dan nggak percaya gue kembali mendudukkan pantat ke kursi. Bersiap untuk kembali, ke Semarang.


Perjalanan Pulang
Bis berangkat menuju Semarang pukul 21.30. Lampu diredupkan, lagu-lagu udah nggak di play lagi seperti tadi. Gue yang emang udah capek mencoba untuk tidur. Tapi, kenyataannya gue susah untuk tidur dan memutuskan untuk menikmati perjalanan. Gue baru bisa tidur jam 23.20 setelah menutup kepala gue dengan jaket. Nggak lama setelah itu, gue dibangunkan oleh suara kresek-kresek berisik dari arah depan. Davi. Gue liat dia lagi foto-fotoin orang yang lagi tidur, gue bangun disaat yang tepat. Gue liat si Io, jam 23.40. Kampret, gue tidur 20 menit doang. Yah, setelah itu gue nggak bisa melanjutkan tidur karena gue takut kena jepret dan emang udah nggak ngantuk lagi.

Sesampainya di rumah, gue langsung mandi (gue jadi tau rasanya mandi jam 1 lewat) karena badan lengket semua rasanya. Setelah ganti baju gue melompat ke kasur untuk mengistirahatkan kaki gue. Masih kebayang adegan-adegan pentas tadi, masih kebayang wajahnya Om Rama sama Om Kumbakarna, masih kebayang bule yang sangat lihai dengan jurus silatnya, masih kebayang bau kain sablon kaos-kaos Malioboro. Dan gue nggak akan pernah lupa momen canggung gue waktu outbond (gak usah diceritain!).

Pokoknya seharian ini nggak bakalan gue lupakan. Seharian yang ngebuat kaki-kaki gue kaku setelahnya, seharain yang seru sama temen-temen, dan ditutup dengan acara puncak yang, Maha Super Keren. Gue gak bakal Lupa!